oleh Mina Haryono
Mami Nadia berteriak-teriak memanggil
anaknya. Nadia keluar kamar. Ia baru saja menikmati tidur siang yang
membuat kepalanya berdenyut. Matanya masih agak tertutup. “Ada, apa,
Mi?”
“Kamu ini bagaimana, sih? Kamu ‘kan harus menjemput Farah!” Kantuk Nadia langsung hilang.
“Tiga puluh menit lagi kereta Farah sampai di statsiun.” Maminya
geleng-geleng kepala melihat Nadia yang terburu-buru lari ke kamar untuk
ganti baju dan mengambil dompet.
“Hati-hati di jalan, Sayang. Mami mau arisan di tetangga sebelah.” Mami Nadia bergegas pergi.
Nadia membuka pintu garasi sambil menggerutu. “Ini gara-gara kak Galih!
Tiap hari pulang Maghrib melulu! Jadi aku yang harus menjemput Farah dan
naik mobil tanpa SIM!”
“Hei, kuantar, ya.” Nadia berteriak kaget. Ia mendapati tetangganya,
Rendy, di muka garasi. Rendy tersenyum meminta maaf. Nadia menolaknya
dengan sinis. Ia masuk ke mobil dan langsung menyalakan mesin mobil. Ia
mundur sampai matanya bertatapan dengan Rendy. Nadia menatap sinis. Lalu
Nadia memundurkan sedan metalik Ayahnya dengan lancar dan membawanya
melesat di jalan raya.
Setelah memarkir mobil dengan aman, Nadia langsung berlari tergesa-gesa.
Ia menoleh kesana-kemari saat penumpang kereta sudah banyak yang turun,
tetapi ia tidak menemukan Farah. Jangan-jangan Farah naik kereta yang
salah, seperti saat es-em-pe kelas dua, dua tahun yang lalu? Nadia
menggaruk kepalanya. Lalu ia melihat Farah. Hampir tergelincir Nadia,
saat ia berlari menaiki kereta. Ia tersenyum lega melihat sepupunya itu
sedang menurunkan tas besar dibantu seorang petugas yang masih muda.
Farah terlihat hampir menangis sekaligus lega melihat Nadia.
Nadia tersenyum geli. Ia mengucapkan terima kasih pada petugas yang
membantu tadi, lalu merangkul Farah turun dari kereta. Saat ia menoleh
ke kereta, ia melihat petugas tadi buru-buru membuang muka dan berlalu.
Heee, jangan-jangan cowok tadi naksir Farah?
Nadia membantu membawa tas hitam super besar Farah. Farah adalah
sepupunya yang agak ceroboh. Tetapi ia mau menolong dan mempunyai sifat
yang baik dan lembut. Ia belum punya pacar karena ia memang belum pernah
jatuh cinta. Padahal cowok yang antri banyak, mereka semua menyukai
kecerobohan Farah.
“Ah!” Farah tiba-tiba berteriak dalam mobil.
“Nadia, aku lupa bilang terima kasih pada petugas yang membantuku
menurunkan tas tadi! Cowok itu baik sekali, walaupun ia sering
membentakku. Pertama, saat aku tersandung di dekat pintu kereta. Lalu
saat aku menumpahkan minumanku ke seragamnya. Tapi ia tetap membantuku
menurunkan tasku meski sambil marah-marah.”
Tadi Nadia memang sekilas melihat noda di bagian depan seragam petugas
itu. Ia tersenyum membayangkan kecerobohan Nadia, dan bagaimana petugas
tadi marah-marah. Sepertinya Farah tertarik pada petugas yang masih muda
itu.
Di rumah, Nadia langsung mengantar Farah ke kamar tamu, kamar yang dulu
pernah ditempati Farah saat berkunjung. Karena kelelahan, Farah langsung
tertidur lelap. Nadia menyelimutinya lalu meninggalkan kamar. “Selamat
datang, sepupu.”
***
Pukul setengah lima pagi Farah membangunkan Nadia dan mengajaknya lari
pagi. Dengan mata masih mengantuk Nadia pergi ke kamar mandi untuk cuci
muka. Mereka lari mengelilingi kompleks perumahan Nadia sampai pukul
enam, lalu Farah mengajaknya untuk sarapan bubur di taman.
Di taman, mereka bertemu dengan Rendy, lalu Rendy mentraktir mereka
bubur. Sebenarnya Nadia tidak ingin dekat-dekat dengan Rendy dan ingin
segera pulang. Tetapi Farah sangat ingin makan bubur, Jadi terpaksa
Nadia menerima tawaran traktiran Rendy. Farah duduk di antara mereka
berdua.
Selama makan, Nadia menunduk terus dan tidak mau menatap Rendy. Ia makan
dengan cepat, tidak bicara, walaupun Farah dan Rendy mengajaknya
mengobrol. Setelah selesai makan, Nadia langsung buru-buru mengajak
Farah pulang. Rendy berteriak memanggil Nadia namun Nadia diam saja.
“Nadia, jangan lari, nanti keram perut! Kau ‘kan baru saja makan!”
Farah sepertinya ingin bertanya kenapa Nadia tidak mengacuhkan Rendy,
tapi ia mengurungkan niatnya, sampai Nadia sendiri mau bercerita.
***
Nadia menghela napas. Ia menyandarkan tubuhnya ke bahu tempat tidur. Ia
memandang langit-langit kamarnya dan bayangan masa lalu kembali memenuhi
benaknya.
Saat itu Nadia masih kelas dua SMP. Ia mendapatkan tetangga baru, Rendy.
Rendy cowok periang, ramah, dan murah senyum. Tubuhnya tinggi, tegap,
dan atletis. Rambutnya dipangkas pendek. Karena Rendy satu SMU dan satu
kelas dengan Galih, Rendy sering main ke rumahnya. Kadang Nadia main ke
rumah Rendy untuk mengantarkan makanan atau menanyakan PR (sebab Galih
pelit meski pintar).
Nadia jatuh cinta pada Rendy dan Nadia terang-terangan menunjukkan
sikapnya. Tapi Rendy hanya menganggapnya adik, Nadia menerima hal itu.
Hal yang membuatnya kesal adalah sebulan yang lalu Rendy mengenalkan
Nadia pada temannya, Bayu. Kata Rendy, Bayu naksir Nadia. Sejak itu
Nadia memutuskan untuk membenci Rendy.
Ketukan di pintu membuyarkan lamunannya. Farah memanggilnya untuk makan
malam bersama keluarga Nadia. Setelah makan malam, Galih berbisik pada
adiknya.
“Kau ini kenapa akhir-akhir ini menghindar dari Rendy? Dulu kau senang bersamanya.” Mata Galih menyipit.
“Rendy menunggumu di halaman belakang. Kau harus kesana!” Ia menghampiri Farah.
“Farah, aku akan mengantarmu keliling kota. Nadia ada urusan. Ayo!”
Galih merangkul Farah. Sorot matanya mengatakan bahwa Nadia harus
menemui Rendy.
Aku takkan datang! Nadia menjatuhkan diri ke sofa. Setelah setengah jam,
Nadia melongok ke halaman belakang rumahnya. Ia melihat Rendy sedang
membelakanginya, memandangi kolam renang persegi. Nadia membuka pintu,
Rendy lansung berbalik.
“Hai, kukira kau takkan datang.” Karena Rendy tampak kedinginan, Nadia mempersilahkannya masuk.
“Terima kasih.” Rendy duduk di tepi keramik dapur.
Nadia tidak menyalakan lampu karena ia tidak ingin Rendy melihat wajahnya.
“Ada apa?”
“Nadia….” Rendy menggosok hidungnya. Ia bersin beberapa kali karena kedinginan.
“Aku hanya ingin tahu kenapa sikapmu belakangan ini berubah. Sepertinya
kau menghindariku. Kau sudah seperti adikku, lalu tiba-tiba, Bum! Kau
menghindariku.”
Nadia menunduk. “Aku hanya tidak suka Kak Rendy menyodorkan aku pada Kak Bayu. Padahal sudah ada cowok yang kusukai.”
“Oh? Benarkah? Aku minta maaf.” Rendy mendekati Nadia.
“Maafkan aku, aku takkan mengulanginya lagi. Aku ingin kau kembali menyapaku. Kau mau ‘kan, Nadia?”
“Aku…baiklah.” ujar Nadia lemah. Sayang sekali Nadia tidak melihat mata
Rendy yang berkilat senang dalam kegelapan. Nadia menempelkan dahinya di
kaca jendela dapur, memandangi Rendy yang berlari melompati pagar
tembok pembatas rumahnya dan rumah Rendy. Lalu Nadia menangis karena ia
sangat menyadari bahwa ia masih mencintai Rendy. Dan ia pun tahu, cukup
sulit untuk membenci Rendy.
***
Nadia merengek pada Galih agar ia dan Farah diberikan tiket khusus untuk
datang ke festival tahunan di SMU Galih (acara lanjutan setelah acara
kelulusan kelas tiga) yang tertutup untuk umum. Awalnya Galih menolak,
namun karena ia pusing mendengar rengekan adiknya, akhirnya ia
mengiyakan. “Baiklah, tapi kau dan Farah cari kostum sendiri. Aku akan
meminta tiketnya pada ketua nanti. ”
“Siap, Letnan! Terima kasih, ya!” Nadia mengecup kakaknya. Galih
mengelap pipinya dan mengibas-kibaskan tangan menyuruhnya keluar dari
kamarnya. Nadia langsung berlari menemui Farah. “Berhasil, kau tidak
sia-sia berlibur di sini, Farah! Kita bisa menikmati festival tahunan
dengan gratis di SMU Kak Galih! Ayo kita cari kostum!” Kemudian mereka
mencari baju bekas di loteng dan bahan lain yang bisa ditemukan di
loteng dengan penuh semangat.
Nadia senang sekali bisa ikut pesta kelulusan kelas tiga sekaligus
festival tahunan yang hanya ada di SMU Galih. Di pesta itu semua
mengenakan kostum. Ada yang mengenakan kostum hantu, tokoh-tokoh Disney,
dan tokoh idola. Tahun pertama di SMU, Galih mengenakan kostum Pinokio,
dan tahun kedua mengenakan kostum Zero. Nadia belum tahu apa yang akan
dikenakan kakaknya di festival nanti. Di festival itu semua berdansa
sampai tengah malam (acara pesta kelulusan dimulai pukul 9 pagi sampai
pukul 3 sore, dilanjutkan acara festival tahunan mulai pukul 7 malam
sampai tengah malam).
Setiap hari Galih pulang Maghrib karena ia panitia Seksi Dekorasi. Tapi
Nadia tidak diberitahu setting festival kali ini seperti apa. Di pesta
itu panitia tergabung dari kelas 1, 2, dan kelas 3 yang akan lulus.
Rendy juga Seksi Dekorasi, tapi ia izin saat ada arisan RT di rumahnya
beberapa hari yang lalu karena harus membantu ibunya menyiapkan arisan.
Seminggu kemudian….
“Ini benar-benar festival, Nadia!”
“Ya, hmm….” Nadia terpesona menatap gerbang sekolah yang masing-masing
tiang dihiasi kepala nenek sihir dan devil. Di tengah gerbang terbentang
kain hitam dengan cat merah bertuliskan ‘WELCOME IN FESTIVAL’. “Farah,
jangan melompat-lompat, nanti kau ja….” Nadia memijat dahinya melihat
Farah dengan kostum kuda ─ yang lebih mirip kostum keledai ─ jatuh
tersungkur ke tanah. Sebelum Nadia sempat menolong, seorang cowok
berkostum Aladdin mengulurkan tangan pada Farah. Sepertinya aku kenal
cowok itu tapi di mana ya? Nadia berlari menghampiri Farah. “Kau tak
apa-apa?”
“Ya, tapi lututku.” Farah melihat cowok Aladdin. “Ah, cowok pemarah!”
“Cewek ceroboh! Kenapa ada di sini?” tanya cowok pemarah alias petugas statsiun.
“Ini ‘kan tertutup untuk umum, kecuali kalian punya tiket khusus….”
“Sepupuku panitia di sini, kelas 3, namanya Galih Prasetyo. Kau sendiri?”
“Aku juga kelas 3 di SMU ini. Aku…Firman.”
Nadia mundur perlahan. Oke, deh, dunia milik berdua! Nadia memperhatikan
siswa-siswi yang berlalu-lalang. Mereka mengenakan kostum yang bagus,
keren, dan indah. Ada Cinderella, Robin Hood, Wonder Woman, cewek koboi,
dan tokoh terkenal lain. Ada juga yang mengenakan kostum Casper, Harry
Potter, dan Frankeinstein.
Nadia merinding melihat dekorasi yang dibuat. Setting festival tahun ini
adalah Istana Hantu. Di kiri kanan pintu masuk aula pesta dansa yang
sangat luas dipasang mumi dan manusia serigala yang dari moncongnya
menetes darah. Di dalam aula sendiri didekor seperti Istana Hantu, hanya
8 nyala obor menerangi. Di langit-langit tergantung kelelawar karet,
dan di sudut dibuat sarang laba-laba beserta laba-labanya. Suasana
menakutkan sekaligus menyenangkan. Di aula sama ramainya dengan di luar.
Siswa-siswi berkostum tengah asyik mengobrol, bercanda, ataupun
berdansa dengan pasangannya. Di panggung ada yang nge-band diselingi
musik dari piringan hitam.
Nadia merasa diperhatikan seseorang. Saat ia menoleh, matanya bertatapan
dengan seorang cowok berpakaian koboi, lengkap dengan topi koboi,
sepatu bot, dan pistol di pinggang. Nadia mengenali Rendy, dan
jantungnya langsung berdegup kencang. Malam ini Rendy sangat tampan.
Beberapa perempuan mengelilinginya. Snow White, Tinker Bell, Ratu Salju,
dan Madonna. Dengan sedih Nadia memalingkan wajah. Ia mencari-cari
Galih dan menemukan kakaknya sedang menyesap minuman berwarna biru
sambil memperhatikan sekeliling. Nadia menghampiri kakaknya itu. “Kau
belum ganti kostum, Kak?”
Galih terkekeh. “Kau tahu, idola yang paling kukagumi adalah diriku
sendiri.” Galih mengaduh karena Nadia memukulnya. “Hai, Rendy, titip
adikku, ya. Aku mau mencari Sisca. Kalian akur-akur, ya!” Galih langsung
berlari dan menghilang di kerumunan orang-orang berkostum.
Nadia tidak mengira bahwa Rendy telah berdiri di belakangnya sampai tadi
Galih menyapanya. Ia tidak berani menoleh. Namun Rendy menarik sikunya
dan mengajaknya ke luar aula, setelah sebelumnya Rendy mengambilkannya
minuman bersoda dari meja minuman di dekat pintu keluar aula. Mereka
mencari bangku yang kosong, dan menemukannya di bawah pohon pinus, di
samping aula. “Kau terlihat cantik mengenakan kostum gipsy ini, Nadia.”
Rendy tersenyum memandangnya.
“Te-terima kasih. Oya, dekorasinya sangat bagus….” Nadia memperhatikan
kelelawar karet yang menggantung di pepohonan di depannya.
“Syukurlah.” Rendy tak lepas memandangnya, membuat Nadia rikuh dan
ge-er. “Galih bekerja paling keras. Dari kelas satu ia ingin mewujudkan
hal ini.” Akhirnya Rendy menatap kejauhan. “Rendy memberikan kostum yang
telah ia jahit sendiri pada teman kami yang tidak mampu. Galih orang
yang sangat baik.”
Dengan perasaan bangga Nadia tersenyum. “Ya, tentu saja.” Nadia melihat
siswa berkostum tengkorak lewat di depannya. “Mana pacar Kak Rendy?”
“Sudah putus. Lucu juga, kami hanya berpacaran seminggu….” Rendy kembali
menatapnya. Wajahnya tegang, tanpa senyum, namun tetap tampan. “Nadia,
saat kau menjauh beberapa waktu lalu, aku baru menyadari perasaanku.
Karena itu aku putus dengan Melly. Aku… jatuh cinta padamu, Nadia.”
Nadia membelalak. “Kau ‘kan hanya menganggapku adik….”
“Ya, mulanya aku menganggap begitu. Aku menyesal tentang Bayu. Saat kau
menjauh, aku merasa kosong, rindu padamu. Oleh karena itu aku mengajak
berdamai. Aku pengecut, tidak mengatakan alasan sebenarnya untuk
berdamai. Aku pura-pura menjadi kakak yang kesepian. Tak usah panik, aku
hanya ingin memberitahumu. Sebab ini hari kelulusanku. Aku akan kuliah
di Purwokerto. Lagipula kau ‘kan punya cowok yang kausukai…waktu di
dapur kau bilang begitu ‘kan….”
“Orang yang kusukai itu Kak Rendy! Apakah tidak sadar? Aku
terang-terangan menunjukkannya. Aku kesal Kak Rendy tidak peka dan malah
menyodorkan Kak Bayu.”
“Kau tidak mengada-ada ‘kan?” Rendy memegang bahu Nadia. Matanya
berkilat senang dan ketegangan di wajahnya mencair, berubah menjadi
sangat cerah.
“Sudah kubilang aku menyesal soal Bayu.” Rendy memeluknya.
“Aku cinta padamu, Nadia.” Rendy melepas pelukannya dan menatapnya penuh senyum.
“Kau mau menjadi pacarku ‘kan?” Rendy menunggu sampai Nadia mengangguk,
lalu berdiri dan mengajak Nadia kembali ke aula untuk berdansa sampai
tengah malam. Di malam festival ini menjadi malam terindah bagi Nadia.
Cintanya selama ini akhirnya tersampaikan.
TAMAT
Mina Haryono
No comments:
Post a Comment