"Britney sayang, liat sini dong" ucap Shane sambil menyorotkan handycam
baru kepadaku. "Udahlah Shane, aku sedang malas untuk bermain-main,
pergilah !!!" jawabku sambil menepis handycam itu. Aku merasa sangat
kesal dengan ulahnya. Aku tau dia begini supaya aku bahagia. Tapi semua
itu sia - sia. "Lihatlah wajah pacar kesayanganku ini. Jelek sekali ya.
Andai saja dia tertawa, pasti dia sangat cantik". Aku menoleh ke arahnya
dengan ekspresi tak tertarik. Rupanya dia sedang merekam dirinya
sendiri. Aku semakin tak berminat dengan apa yang di lakukannya. Lalu
tampak ia meyorotkan kembali handycamnya ke arahku. "Lihat, jelek sekali
bukan wajahnya, seperti baju yang belum di setrika.""Sudahlah Shane
jangan terus menggangguku !" bentakku seraya beranjak menuju kamarku.
Aku melirik ke belakang dan berharap dia mengikutiku. Tapi ternyata dia
sama sekali tak mengikutiku. Ku banting pintu keras - keras berharap dia
mengerti bahwa aku amat kesal kepadanya.
Semua kekesalan dan kesedihanku berawal sejak ke - dua orang tua ku
meninggal lima bulan yang lalu. Hidupku terasa tiada berarti lagi. Aku
ingin sekali ikut mereka pergi. Tapi pada kenyataannya aku tak mampu.
Selama lima bulan ini hidupku terasa hampa. Aku harusnya kuliah saat
ini, tapi aku pikir dari pada aku tidak fokus terhadap mata pelajaran
yang ada di kampusku dan selalu memikirkan kedua orang tuaku, lebih baik
aku putuskan untuk berdiam diri di rumah. Shane yang harusnya kuliah,
tapi demi aku yang sudah menjadi pacarnya hampir dua tahun pun memilih
untuk selalu mendampingiku dan tidak kuliah. Dalam lima bulan terakhir
ini dia selalu berusaha membuat aku kembali ceria seperti dulu. Tapi
semua itu sia – sia. Aku tetap sedih dengan meninggalnya orang tuaku.
Tok tok tok, terdengar suara ketukan pintu. "Biar aku yang membukakannya
sayang …" Aku yang baru selesai keluar dari kamar mandi pun mendengar
sedikit perbincangan antara Shane dan tamu yang datang, aku pun menyusul
Shane di depan pintu. "Siapa tamunya Shane?""Maaf apakah Anda yang
bernama Britney Huston?" tanya seorang bapak - bapak berjaket kulit
hitam dengan kumis yang amat tebal dan raut wajah yang sangar. Aku
bergidik ngeri melihatnya. "Ya, saya sendiri. Bapak ini siapa ya?"
jawabku. "Kami dari pihak bank ingin memberitahukan bahwa ayah anda,
Jack Huston memiliki hutang sebesar 1 milliar rupiah. Waktu untuk
membayar tinggal 3 hari lagi dan apabila tidak di lunasi maka rumah
beserta isinya akan kami sita. Ini surat bukti – buktinya," ucap seorang
dari mereka. Aku terkejut bukan kepalang. Bagai di sambar petir,
tubuhku lemas seketika. Aku tak tahu apa yang harus aku lakukan. Aku pun
tak mampu untuk berpikir. Aku langsung berlari ke kamar dengan menatap
foto ayah dan ibuku sehingga membuatku menangis terus menerus. Aku tak
tahu harus marah, sedih atau apa, yang jelas aku tak tahu harus
bagaimana untuk mendapatkan uang 1 milliar dalam waktu 3 hari. Tiba -
tiba Shane memelukku dan menenangkanku. Aku pun menangis dalam
pelukkannya.
"Mau kemana sayang?" cegah Shane saat melihatku yang sudah berpakaian
rapid an siap untuk pergi. Ia melihatku dari ujung kepala sampai ujung
kaki. Mungkin dia terkejut dengan sackdress mini dan ketat yang aku
gunakan. Ya, aku memang memutuskan untuk clubbing di salah satu diskotik
bersama Lolly dan teman – temanku yang lain. "Bukan urusanmu!" jawabku
singkat. "Ini sudah jam 10 malam Britney. Kamu mau pergi kemana malam –
malam dengan pakaian seperti itu?" tanyanya penuh selidik. "Terserah aku
dong mau pergi kemana? Hidup juga hidupku, jangan ikut campur deh! Kepo
banget sih?" bentakku sambil menatapnya. "Hey Britney, udah siap? Anak –
anak udah nungguin kita di Night Club tuh" ujar Lolly yang tiba – tiba
muncul di ambang pintu. "Apa? Kamu mau ke club? Sayang jangan pergi.
Kamu tidak perlu pergi ke sana!" sergah Shane. "Udah la Shane, ini bukan
urusanmu!" "Gak Britney, kamu gak boleh pergi. Aku tau kamu begini
akibat hutang itu kan? Tapi kita bisa cari jalan keluarnya. Kamu harus
menuruti apa kataku, aku ini pacarmu." "Jangan sok ngatur deh Shane! Dan
jangan sok tahu tentang perasaanku. Kamu pacarku, bukan berarti aku
harus menuruti apa katamu dong?!" jawabku kesal.
Aku paling gak suka dengan sikap Shaen yang overprotective. Ya, memang
dia gak sepenuhnya salah. Aku ke club karena ingin menghibur diriku.
"Sayang, selama ini aku rela gak kuliah demi kamu, supaya aku bisa
mendampingi kamu. Kenapa kamu tidak pernah menghargai itu semua?""Aku
gak pernah meminta kamu untuk menemaniku kan? Terserah kamu lah!"
jawabku seraya berjalan menuju Lolly. Dengan berat hati, aku pergi
meninggalkan rumah dan Shane yang speechless dengan tingkahku.
Bipp bipp bipp, handphoneku berbunyi. Sebenarnya aku malas mengangkatnya
karena aku masih bersenang – senang dengan teman – temanku. Tapi
akhirnya aku tetap mengangkat telepon itu. "Halo, siapa ya? Halo?"
jawabku. Tapi aku tidak mampu mendengarnya karena dentuman lagu diskotik
yang sangat keras. Aku memutuskan untuk pergi ke toilet. "Halo? Siapa
ini?""Halo, apakah ini dengan Britney?" jawab seorang wanita. "Ya benar.
Ini siapa?""Saya suster dari rumah sakit Pelita Jaya. Saya ingin
memberitahu Anda tentang pasien yang bernama Shane telah mengalami
kecelakaan dan sedang dalam keadaan kritis.""Apa?" akau sangat terkejut.
Aku pun segera berlari menuju rumah sakit. Tak ku pedulikan Lolly yang
bertanya kepadaku mengapa aku pergi. Yang ada di pikiranku hanyalah aku
ingin segera menemui Shaen. Air mata mulai menetes dari mataku. Muncul
rasa penyesalan mengingat apa yang kulakukan terhadap Shane.
Sesampainya di rumah sakit, aku langsung menanyakan keberadaan Shane
kepada salah satu suster di sana. Tiba – tiba aku melihat Shane yang
terkulai lemah di ranjang rumah sakit dan sedang didorong oleh beberapa
suster. Aku segera berlari menghampirinya. Aku menangis melihat wajah
dan sekujur tubuh Shane yang masih berlumuran darah. "Shane, ada apa
ini? Kenapa kamu bisa seperti ini?""Maaf mbak, pasien harus segera
dibawa ke ruang ICU," ucap salah seorang suster. "Tidak apa – apa
suster. Tolong berhenti di sini" jawb Shane seraya menggenggam tanganku.
Aku pun ikut menggenggam tanganku. "Britneyku sayang, aku tidak apa –
apa. Hanya saja tadi saat aku mengejarmu, aku tertabrak moil. Aku lengah
dan tidak memperhatikan sekitar. Sayang, ini ada hadiah terakhir
untukmu. Terima kasih karena kamu telah mengisi hatiku selama hidupku
ini. Kemarilah …" ujar Shane sembari memberiku sebuah amplop, lau
mengisyaratkan aku untuk memeluknya. Aku pun memeluknya dengan erat.
"Shane, maafkan aku. Aku sangat menyesal dengan apa yang selama ini
kulakukan untukmu. Shane, i love you. Aku tidak mau kehilangan orang
sepertimu.""It’s okay sayang", jawab Shane seraya melepas pelukanku dan
mengecup keningku. Aku pun kembali memeluknya yang dibalas oleh
pelukannya. "Kalau memang kamu mencintaiku, hanya satu pintaku. Perbaiki
dan lanjutkanlah hidupmu, wala tanpaku. I love you too my Britney."
Seketika pelukan Shane melemah dan tangannya terjatuh. Ia sudah tiada.
Aku memeluk Shane dan menangis sejadi – jadinya. "Shane, jangan pergi …"
Setelah pemakaman Shane, aku kembali ke rumah. Aku pun teringat dengan
amplop yang diberikan oleh Shane sesaat sebelum ia tiada. Aku pun
mengambil amplop itu dan membukanya. Ada sebuah kertas cek 1 milyar dan
sepucuk surat. Aku buka surat itu.
Britney sayang, saat kamu membaca surat ini, pasti aku sudah tidak lagi
berada disisimu. Maafkan aku karena aku sudah tidak bisa menjagamu lagi.
Itu ada cek sebesar 1 milyar untuk membayar hutang ayahmu. Itu
sebenarnya merupakan tabunganku yang ingin aku gunakan untuk pernikahan
kita. Tapi takdir berkata lain, anggap saja itu sebagai hadiah terakhir
dariku. Sayang, aku hanya ingin kau tahu bahwa aku sangat mencintaimu
sampai kapanpun. Dan kalau kamu merasakan hal yang sama, aku mohon agar
kamu mampu melanjutkan hidupmu. Jangan terlalu lama terpuruk dalam
kesedihan. Ingatlah sayang, aku selalu mecintaimu, walau kita berada
dalam alam yang berbeda. I love you my Britney.
From
Shane
Air mata kembali membasahi pipiku. Aku baru sadar betapa Shane
mencintaiku dengan segenap hatinya. Aku menyesal karena telah menyia –
nyiakan cintanya. Shane, aku berjanji aku akan melanjutkan hidupku. Aku
berharap, di sana kamu akan tersenyum melihatku. Shane, I love you.
PENULIS
Nama : Jessica Febrina
No comments:
Post a Comment