Album Cintaku

 On Sunday 19 January 2014  

Aku sibuk mencari bukuku yang bertuliskan lagu-lagu. Lagu-lagu yang tak pernah kutulis secara utuh. Hanya kutuliskan beberapa liriknya saja yang sesuai dengan peristiwa apa saja dalam hidupku. Aku berniat ingin membakar untuk menghilangkan teringatnya kembali akan masa-masa itu. Aku percaya, bahwa aku tidak akan bisa melupakan semua masa laluku. Baik yang manis maupun yang pahit.
Aku hanya bisa mencegahnya dari apa saja yang bisa mengingatkanku pada masa itu. Hanya keyakinan dalam hati untuk memulai hidup baru yang bisa membuat hati ikhlas menerima masa lalu sebagai bagian dari hidup yang akan disimpan dalam gudang yang gelap, pengap dan tak akan pernah membuka pintunya. Aku tak ingin orang yang sangat aku cintai mengetahui tulisanku ini. Aku takut menyakitinya. Aku takut kehilangannya.
“Jangan pernah membeda-bedakan aku dengannya. Semua orang tidak akan mau dibeda-dedakan dengan orang lain. Inilah aku. Terima aku apa adanya sebagaimana aku menerima dirimu apa adanya. Baik kelebihan maupun kekurangan. Aku tak ingin kamu mengungkit-ungkit masa lalu, atau membahas dia.” Katanya terhadapku. Kala itu, aku hanya bisa terdiam dengan perasaan takut kehilangan dirinya. Tak ada niat sedikipun untuk mengungkit masa lalu. Aku ingin menuliskan kisahku dengannya. Bagaimana lika-liku perjalan cintaku bisa bersatu dengannya.
Aku hanya bisa terdiam dan tak berkomentar dengan apa yang ia lakukan terhadap cerita-cerita yang aku tuliskan. Ia menghapus semua file-file di flasdiskku. Ia menghapus semua cerita yang aku tulis. “Aku hanya mencintaimu. Aku memang pernah menolakmu dan lebih memilih bersahabat denganmu. Hingga suatu saat aku datang padamu, menanyakan perasaanmu terhadapku. Dan kau masih menyimpannya untukku. Dulu, cintamu begitu besar terhadapku. Dan aku tak memiliki perasaan yang sama denganmu. Tapi, kini aku datang dengan membawa cinta untukmu. Dan jauh lebih besar dari pada cintamu padaku.” Kata Ku.
Sampai aku menikah dengannya pun, aku masih enggan untuk membakar bukuku itu. Tak ada maksud untuk mengingat masa lalu. Aku ingin apa yang aku tuliskan, kelak bisa menjadi cerita yang menarik, membuatnya novel dan akan mengantarkanku menjadi seorang penulis. Sungguh, cerita yang sangat menarik bagiku. “Tapi, mungkin itu tidak menarik bagimu. Mungkin, itu hanya lukisan kata-kata yang hanya akan menyakitimu. Mengingatkanmu pada masa laluku yang membuka luka lama di hatimu. Bahkan, cinta yang kuberikan mungkin tak cukup untuk mengobatinya.” Kataku.
“Itu pilihanmu. Aku tidak akan pernah memaksamu. Aku tidak ingin menjadi penghalang apa yang selama ini menjadi harapan besar dan cita-citamu. Tulislah! tulislah sesuka hatimu. Apa pun itu, termasuk kisahmu dengan…” Ia tak melanjutkan kata-katanya, dan pergi meninggalkanku sendiri di dalam kamar.
Sungguh, pilihan yang berat dalam hidupku. Antara cita-cita dan menyakiti perasaan orang yang sangat aku cintai. “Sepertinya aku harus mengubur dalam-dalam keinginanku itu.” Kataku. Kupandangi buku yang sudah usang dan penuh dengan celotehan kehidupanku. Senang, sedih, tawa dan canda semua ada di sana. Tapi, hadirnya tokoh yang tak diinginkan suamiku, membuat ia sedikit kecewa denganku. Aku bisa saja merampungkan cerita itu dengan menghilangkan cerita yang tidak diinginkan oleh suamiku. Tapi, bagiku itu sangat hambar dan membuat ceritaku terasa kurang.

Sikapnya akhir-akhir ini berubah. Ia begitu dingin. Dan aku masih kekeuh dengan pendirianku untuk melanjutkan apa yang sudah aku tulis. Ia sama sekali tak memberontak dan memaksaku untuk menghentikan semua itu. Aku pun semakin bingung. Dia memang selalu bersikap seperti itu. Ia seolah-olah ingin membebaskanku dengan apa yang aku inginkan. Tapi aku tahu hati kecilnya tak rela dengan apa yang aku lakukan.
Tak ada percakapan panjang yang kami lakukan. Sibuk dengan apa yang dilakukan masing-masing. Ia hanya berdiam dan membiarkan aku mengetik sendiri. Tak ada tindakan untuk menghentikan apa yang aku lakukan, yaitu sesuatu yang tidak ia sukai. “Aku ingin keluar sebentar.” Katanya padaku. “Lalu, bagaimana dengan pekerjaanmu?” Tanyaku. Dia hanya diam dan segera melangkah pergi dan menutup pintu kamar dengan pelan. Tanpa terlihat adanya suatu kemarahan dan kekesalan yang ia perlihatkan padaku.
Aku melihat laptapnya masih menyala. Ia membiarkannya begitu saja. Aku segera menutup laptapku dan berniat untuk melanjutkan mengetik keesokan harinya. Kuamati pekerjaannya, kurapikan dan kusimpan jika ia mau mengerjakannya kembali. Aku berusaha mencari-cari sesuatu. Tak ada sesuatu yang aneh dalam laptapnya. Aku memang jarang membuka-buka apa yang menjadi miliknya. Aku tahu siapa dirinya. Ia tak mungkin menyembunyikan sesuatu dariku.
Aku merasa kesepian sendiri di rumah. Mungkin, dia akan pulang malam. Entahlah, aku tak tahu dia pergi kemana. Tapi, aku percaya dengannya. Aku memutar lagu-lagu yang tersimpan di laptapnya. Kutemukan folder bernama Album cintaku. Lantas aku pun memutar beberapa lagu di dalamnya.
Pertama, kudengarkan lagu dari Armada Mabuk Cinta. Aku tahu apa yang sedang ia rasakan. Lagu itu untuk pertama kalinya ia bertemu denganku sewaktu SMA di perpustakaan daerah. Saat itulah, pertama kali ia merasakan cinta yang begitu hebatnya terhadapku. Sebuah senyuman merona terlihat di wajahku. Ingat akan masa lalu sewaktu masih sekolah.
Kedua, tiba-tiba beralih ke lagu Armada yang berikutnya, Buka Hatimu. Senyumku berangsur-angsur memudar karena ingat akan masa lalu setelah kita lulus sekolah dan bekerja. Lagu itu mengingatkanku ketika ia menyatakan cinta berulang-ulang. Tapi, aku masih enggan untuk menerimanya. Aku ingin bersahabat dengannya. Karena, waktu itu aku menyimpan ketertarikan dengan seseorang. Tetapi, cinta itu hanya cinta yang tak sampai. Hatiku pun diliputi kesedihan. Tetapi, dia adalah seseorang yang selalu hadir menemaniku melawan kesedihan.
Mungkin, saat itu adalah ujian mental untuknya. Ketika ia harus mengetahui bahwa aku menyimpan cinta terhadap orang lain. Dan hatinya mungkin sangat sakit saat mengetahui bahwa aku menjadi orang yang tersakiti sebelum merasakn kebersamaan dengan orang itu.
Ketiga, aku mendengar lagu dari padi, Menanti sebuah jawaban. Ia masih pantang menyerah untuk mendapatkan cintaku. Tapi, aku kala itu belum bisa menerima kehadiran orang lain dalam hidupku. Aku ingin sendiri menikmati hidupku. Aku tahu, ia sangat mencintaiku. Tapi, aku butuh waktu untuk mengambil keputusan secepat itu. Sedangkan aku masih memulihkan diriku, berusaha bangun dari kesedihan.
Keempat, aku mendengar lagu dari padi, Sahabat Selamanya. Ya, kami sepakat untuk bersahabat. Dan aku sangat senang ketika ia mau menerima keinginanku untuk bersahabat. Dan ia menjadi sahabat yang mau mengerti, menyayangiku, membimbingku, dan menjadi penyemangat hidupku. Bahkan dia yang telah membangkitkanku dari kesedihan itu.
Kelima. Kudengar lagu dari Republik Cukup Sudah. Air mataku pun mengucur deras ketika mendengar lagu itu. Aku tak bisa mengatakan apa-apa. Ingatanku kembali ke masa lalu. Lagu itu sudah menggambarkan dengan jelas. ‘Aku tahu dia sangat mencintaiku, kenapa hatiku masih beku dan tak merasakan kasih sayang dan cintanya padaku.’ Kataku dalam hati, sambil menahan tangis, yang sulit untuk kukendalikan.
Kuambil semua buku-buku yang penuh dengan cerita-cerita lama. Kubawa buku itu ke halaman belakang. Kubakar semua hingga habis dilahap api kemusnahan. “Aku tak ingin menyakiti hatimu dengan cerita-cerita lama. Aku ingin membuat cerita baru. Hanya aku dan kamu. Hanya aku dan kamu yang menjadi tokohnya. Percayalah, hanya aku dan dirimu. Dua insan yang saling mencintai untuk selamanya.” Kataku sambil mengamati api yang masih menyala-nyala.
Setelah aku kembali ke dalam kamar, lagu sudah berganti lagunya Padi, Tempat Terakhir. Kini, aku sudah menjadi istrinya. Sungguh, cintaku jauh lebih besar dari pada cintanya terhadapku. Akulah yang menanyakan perasaannya terhadapku. Dan aku senang dia masih menyimpan cintanya untukku, meski aku berulangkali mengatakan bahwa aku ingin bersahabat dengannya. Kubuka laptapku, dan kuhapus semua apa yang sudah ku ketik untuk novelku. Aku tak ingin menyakiti perasaan orang yang sangat aku cintai.
Kusandarkan kepalaku di meja. Kudengarkan lantunan lagu yang menemani kesendirianku seraya menanti kehadiran suamiku. Aku ingin ia segera pulang. Ingin sekali aku memeluknya. Tiba-tiba, ada kerinduan yang amat dalam aku rasakan. Tak kusadari aku telah tertidur, karena terlalu lama menanti kedatangannya.
Lagu berganti menjadi lagu Gigi, 11 Januari. Hari yang bertepatan dengan hari pernikahanku dengannya. Ia pun membuka pintu kamar dan mendapati aku tertidur dan alunan lagu itu. Ia berjalan dengan langkah slow motions. Merasakan alunan lagu yang menyentuh perasaan, bunga cinta berhamburan di kamarku. Nuansa malam yang sangat indah diliputi kerinduan yang sudah gemuruh dan memuncah. Ia mengusap kepalaku. Aku merasakan kelembutan sentuhan tanganya. Dan aku pun terbangun.
“Aku sangat mencintaimu. Ku bakar semua buku-buku itu. Ku hapus semua file-file untuk novelku. Maafkan aku. Maafkan aku telah menyakiti perasaanmu. Aku hanya akan menuliskan kisah kita. Hanya kisah cinta kita. Folder Album cintaku, telah menyadarkan aku betapa besarnya cintamu untukku, dan kenangan di masa lalu. Maafkan aku.” Kataku sambil memeluknya dan menitikkan air mata.
“Aku sangat mencintaimu.” Ungkapnya sambil memeluk dan mencium keningku. “Hari sudah malam, sebaiknya kita beristirahat.” Ia mengantarkanku ke ranjang. Ia matikan lampu kamar, dan lagu pun perlahan-lahan mulai terdengar menghilang.

 Selesai

Cerpen Karangan: Choirul Imroatin
Album Cintaku 4.5 5 Unknown Sunday 19 January 2014 Aku sibuk mencari bukuku yang bertuliskan lagu-lagu. Lagu-lagu yang tak pernah kutulis secara utuh. Hanya kutuliskan beberapa liriknya s...


No comments:

Post a Comment

Followers

Powered by Blogger.